Search This Blog

Thursday, July 07, 2011

Personifikasi

Pembahasan berikut ini hanya berkisar pada usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ciri-ciri, cara-cara membentuk, fungsi yang dikandung, batasan-batasan, pengertian serta bagaimana hendaknya kita memberi batasan yang tegas mengenai gaya bahasa personifikasi ini. Maka dari itu baiklah kita ikuti pembicaraan singkat berikut ini.

3.1.  Ciri-ciri Gaya Bahasa Personifikasi
Berbicara tentang ciri-ciri dari gaya bahasa personifikasi disini tentunya kita tidak terlepas dari pengertian dan ciri umum dari suatu gaya bahasa serta pengertian dan ciri umum dari istilah personifikasi itu. Oleh karena itu marilah kita tilik kembali pengertian serta ciri-ciri serta pengertian istilah-istilah tersebut.


3.1.1.      Pengertian dan Ciri-ciri Suatu Gaya Bahasa
Pengertian dari suatu gaya bahasa diungkapkan oleh Sujiman dalam bukunya Kamus Istilah Sastra yaitu suatu ungkapan yang mengungkapkan makna kiasan (Sujiman, 1986 : 48). Dengan melihat pengertian di atas jelaslah diungkapkan bahwa ungkapan yang disebut gaya bahasa ini yaitu semua jenis ungkapan yang digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu dengan makna kias.
Dengan melihat pengertian tersebut di atas kita dapat menarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang dikandung oleh suatu ungkapan yang disebut gaya bahasa ini. Suatu gaya bahasa mempunyai ciri umum bahwa suatu gaya bahasa digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan makna kias. Selain itu suatu gaya bahasa tentu saja harus berupa suatu ungkapan bahasa yang bergaya.

3.1.2.      Ciri-ciri dan Pengertian Istilah Personifikasi
Sebelum berbicara tentang ciri-ciri yang dikandung oleh ungkapan personifikasi ini alangkah lebih baiknya bila terlebih dahulu kita tilik pengertian istilah personifikasi itu. Istilah personifikasi ini diturunkan dari suatu kata dari bahasa Latin yang melewati adaptasi di dalam bahasa Inggris dengan kata person yang mempunyai makna pribadi manusia. Oleh karena itu istilah personifikasi tentu saja tidak terlepas dengan pembicaraan tentang manusia yang disebut sebagai pribadi atau person itu.
Pengertian tentang istilah personifikasi itu diungkapkan oleh Dick Hartoko sebagai suatu bentuk kias yang menampilkan benda-benda atau konsep abstrak sebagai pribadi (person) manusiawi dengan sifat-sifat manusiawi (Hartoko, 1986 : 108). Dengan melihat pengertian tentang gaya bahasa personifikasi di atas kiranya kita dapat mendeskripsikan ciri-ciri yang dikandung oleh pengertian di atas yaitu bahwa sifat-sifat manusia menjadi ciri umumnya. Sifat-sifat manusia disini tentu saja mencakup tingkah laku, kebiasaan, kecenderungan, gerak-gerak, serta segala sesuatunya yang berhubungan dengan pribadi manusia sebagai makhluk hidup.
Oleh sebab itu pengertian gaya bahasa personifikasi yaitu suatu ungkapan yang menggambarkan sesuatu hal baik yang bernyawa selain manusia, maupun yang tak bernyawa seperti laut, api, udara, perasaan dan lain-lain dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia. Dengan pengertian di atas kita dapat menentukan ciri-ciri yang dimiliki oleh gaya bahasa personifikasi ini yaitu terkandungnya sifat-sifat manusia yang diterapkan pada benda-benda atau konsep yang tak bernyawa seperti manusia. Benda-benda atau hal-hal tersebut bisa berupa benda mati maupun benda hidup seperti batu, gunung, angin serta semut, anjing, burung dan lain sebagainya.


3.2.  Cara Membentuk dan Mempergunakan Gaya Bahasa Personifikasi
Untuk membentuk suatu ungkapan dengan menggunakan jenis gaya bahasa personifikasi ini tentu saja kita harus mengingat batasan serta ciri-ciri yang dimiliki dan yang harus dipenuhi bila kita akan membentuk ungkapan dengan gaya bahasa personifikasi. Hal yang sama selalu harus kita pegang bila kita akan mempergunakan ungkapan tersebut di dalam praktek berbahasa sehari-hari. Oleh karena itu, agar di dalam membentuk dan mempergunakan gaya bahasa personifikasi ini secara tepat dan benar, marilah kita ikuti pembahasan berikut ini.
Dari contoh di atas jelaslah bahwa contoh kalimat (1) dan (2) penulis mengambil penggunaan ungkapan dengan memberikan sifat-sifat manusia pada benda-benda yang tak bernyawa. Dari contoh kalimat (3) kita temukan penggunaan ungkapan yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda atau hal-hal yang mewakili benda-benda  yang tak berpribadi seperti manusia meskipun bernyawa dan merupakan jenis makhluk hidup. Contoh (4) kembali lagi kita temukan benda yang tak bernyawa mewakili benda yang dapat dilihat bisa bergerak namun tidak bernyawa.
Contoh (1), (2), dan (4) merupakan contoh yang sering dijumpai dalam penggunaan bahasa bergaya sehari-hari. Berita, mesin tua serta mentari merupakan benda-benda yang tak bernyawa dan contoh (3) menggambarkan kambing sebagai makhluk bernyawa namun tidak berpribadi seperti manusia. Jenis-jenis yang lain dapat dijumpai seperti kera, anjing, burung dan lain sebagainya.
Di dalam penggunaan gaya bahasa personifikasi ini telah jelaslah bagi kita bahwa gaya bahasa ini digunakan untuk menghidupkan suasana tertentu. Yang dimaksud dengan menghidupkan sesuatu disini yaitu membangun suatu suasana dengan menggambarkan benda-benda yang tak bernyawa atau benda bernyawa yang tak berpribadi seperti manusia seakan-akan bisa berbuat, berpikir serta mempunyai perasaan-perasaan seperti manusia. Cara penggunaan seperti ini sangat efisien digunakan untuk membangun suasana dengan lebih hidup daripada suasana digambarkan seperti apa adanya dengan lugas. Kita lihat contoh berikut.

3.2.1.      Cara Membentuk Gaya Bahasa Personifikasi
Di dalam membentuk ungkapan dengan gaya bahasa personifikasi ini kita perlu melihat ciri-ciri yang dimiliki oleh gaya bahasa ini. Untuk membentuk gaya bahasa jenis ini kita harus menerapkan ciri-ciri serta sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia pada benda-benda yang tak bernyawa serta benda-benda lain yang bernyawa tak berpribadi seperti manusia. Sifat manusia yang berpribadi inilah yang harus kita pegang teguh selalu. Kodrat manusia yang diciptakan oleh Sang Maha Kuasa dengan kedudukannya sebagai citranya inilah yang disebut dengan ciri-ciri pribadi. Manusia dikaruniai akal budi serta perasaan di dalam menjalani hidupnya sehari-hari.
Manusia mempunyai bakat serta minat, kemauan, kehendak serta keinginan-keinginan yang lain. Oleh karena itu segala sifat manusia dapat kita terapkan pada benda serta hal-hal yang tak bernyawa itu. Kita ambil contoh penggunaan gaya bahasa tersebut dalam penggunaannya di dalam kalimat berikut ini :
1)      Ketika berita itu tiba, dia tiba dengan tidak disangka-sangka (Jalan Tak Ada Ujung : 104).
2)      Mesin tua itu pun merangkak menelusuri jalan-jalan berbatu yang ada di lereng pegunungan itu.
3)      Kambing betina itu menunduk tanda sedang berpikir keras, kemudian lari menghamburkan dirinya kedalam perapian tempat isteri Angling Dharma merajut dirinya.
4)      Mentari nongkrong di atas dusun (Pengakuan Pariyem : 122).
5)      Malam itu sangat sepi dan dingin, tidak seorang pun berani keluar rumah.
Kita bandingkan dengan kalimat berikut :
6)      Malam itu belalang hijau yang biasa menyanyi riang enggan mendendangkan lagu kesayangannya, sedang angin gunung menyusup ke setiap sudut ruangan, tak seorang pun berani keluar rumah.
Memang konsekuensi dari penggunaan gaya bahasa ini yaitu kita harus melukiskan sesuatu dengan lebih panjang, namun efek yang kita dapatkan lebih hidup dan suasana lebih terbangun dengan lebih hidup dan lebih enak didengar.

3.2.2.      Cara Penggunaan Gaya Bahasa Personifikasi
Untuk melihat cara penggunaan gaya bahasa personifikasi ini kita harus terlebih dahulu melihat cara membentuknya. Dalam pembicaraan sebelumnya kita telah panjang lebar mengikuti pembahasan yang penulis sajikan juga bagaimana kita harus memperhitungkan segala sesuatunya di dalam penggunaan gaya bahasa ini. Pada hakekatnya gaya bahasa ini digunakan untuk membangun suasana agar lebih hidup dan lebih menarik. Hal tersebut telah kita temukan dalam penjelasan penulis pada uraian tentang bagaimana cara membentuk gaya bahasa personifikasi ini.

3.3.  Fungsi yang Dikandung oleh Gaya Bahasa Personifikasi
Pada hakekatnya gaya bahasa personifikasi berfungsi membangun suasana tertentu di dalam penggunaan bahasa pada suatu wacana tertentu. Biasanya gaya bahasa yang satu ini lebih sering kita jumpai dalam wacana-wacana sastra atau jenis wacana lain yang tidak mutlak harus menggunakan bahasa resmi secara ilmiah atau wacana yang mengandung kemungkinan penggunaan bunga-bunga bahasa seperti gaya bahasa yang lain. Fungsi untuk membangun suasana agar lebih hidup dan enak didengar serta menggambarkan segala sesuatunya dengan lebih menarik dan memikat para pendengar atau pembacanya. Berhasil atau tidaknya seseorang menggambarkan suasana tertentu dengan media bahasa ini sangat tergantung dari kecakapannya mempergunakan gaya bahasa personifikasi ini. Hal ini seperti halnya dengan berhasil tidaknya seseorang melukiskan keindahan suatu lukisan sangat tergantung dari kecakapan seseorang menggoreskan kuas bercat di atas kanvas lukis yang ia hadapi.

3.4.  Batasan-batasan yang Perlu Diperhitungkan
Di dalam pembicaraan mengenai gaya bahasa personifikasi ini kita harus memperhitungkan batasan-batasan yang tegas dan jelas agar pembicaraan ini tidak menyimpang dari akar serta pedoman yang kita acu untuk menjawab persoalan-persoalan yang timbul. Batasan-batasan tersebut telah kita singgung pada pembicaraan kita sebelumnya. Disini penulis hanya akan menegaskan sekali lagi bahwa di dalam pembicaraan kita mengenai gaya bahasa personifikasi ini kita harus selalu ingat bahwa pembicaraan ini berkisar pada pembicaraan tentang sifat-sifat manusia sebagai pribadi, pengertian tentang benda yang bernyawa serta benda yang tak bernyawa, perbandingan antara sesuatu yang dilukiskan dengan yang melukiskan, serta usaha membangun suasana tertentu dengan media bahasa.

3.5.  Pengertian Gaya Bahasa Personifikasi
Dalam pembicaraan terdahulu yaitu pada pembicaraan kita dalam membicarakan landasan teori yang kita acu untuk mengadakan pembicaraan kita lebih lanjut pengertian tentang gaya bahasa personifikasi ini telah penulis paparkan secara rinci dan jelas. Oleh karena itu disini penulis tidak akan mengulangi definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh para pakar tersebut satu persatu supaya tidak membosankan. Penulis ingin melihat sekali lagi pengertian tentang gaya bahasa personifikasi itu secara garis besar yang mewakili semua pengertian yang telah disampaikan para pakar sampai sekarang ini.
Pengertian yang diberikan oleh para pakar sampai sekarang ini tentang gaya bahasa personifikasi dapat disimpulkan sebagai berikut ini. Gaya bahasa personifikasi yaitu suatu bentuk ungkapan yang mencoba menggambarkan sesuatu dengan memberikan sifat-sifat manusia pada benda-benda atau konsep-konsep abstrak yang tak bernyawa. Dengan pengertian seperti ini penulis merasa perlu untuk melengkapi pengertian tentang gaya bahasa personifikasi ini yang bagi penulis masih perlu ditilik kembali. Bila diteliti lebih mendalam kiranya pengertian di atas perlu dipertegas lagi karena ruang lingkup kajiannya belum menyeluruh dan mewakili apa yang seharusnya dan apa yang dalam kenyataannya terjadi. Dengan definisi tentang pengertian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa penginsanan itu terbatas pada benda-benda atau hal-hal yang bernyawa saja. Di dalam kenyataannya gaya bahasa ini juga diterapkan untuk memberikan sifat-sifat manusia seperti pada binatang-binatang yang belum digolongkan kedalam pembicaraan tentang gaya bahasa personifikasi.
Dari pembicaraan kita selama ini penulis ingin mengajak pembaca sekalian untuk menilik lebih lanjut apakah pemberian sifat-sifat manusia pada hal-hal atau benda-benda yang bernyawa namun tak berpribadi seperti manusia ini dapat kita golongkan ke dalam jenis gaya bahasa personifikasi. Ungkapan-ungkapan dalam kalimat berikut ini data penulis pergunakan untuk memperkuat pendapat penulis bila penginsanan pada benda bernyawa selain manusia pun dapat digolongkan kedalam golongan gaya bahasa personifikasi.
7)      Semut-semut merah di atas batu itu membentuk suatu barisan penyelamat menghadapi setiap bahaya yang akan menimpa.
8)      Kera itu meratapi nasib sialnya dengan tiada henti-hentinya mengucurkan air matanya siang dan malam.
9)      Dengan segera induk ayam itu menyelimuti anak-anaknya dengan sayapnya agar tiada satu pun yang diincar elang.
10)  Rasa pilu selalu menyertai setiap langkah hidup dari kawanan cenderawasih yang tahu bahwa mereka sedang dalam keadaan terancam.
Penulis melihat bahwa kegiatan atau tindakan berbaris, meratapi nasib, menyelimuti, serta mengetahui bahwa diancam bahaya sehingga merasa pilu ini hanya dimiliki oleh manusia saja. Mengapa hal-hal serupa belum dibicarakan dan kasus tersebut tidak dimasukkan ke dalam golongan gaya bahasa personifikasi? Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa hal-hal seperti disebutkan dalam contoh-contoh di atas sebaiknya lah bila juga digolongkan ke dalam jenis atau golongan gaya bahasa personifikasi. Penulis berpendapat demikian karena sampai saat ini belum ada ketentuan yang tegas tentang permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas. Kiranya pendapat yang demikian ini pun dapat diterima dengan jelas sehingga kita dapatkan pengertian yang mewakili untuk mendefinisikan apa itu gaya bahasa personifikasi itu. Dengan pengertian yang demikian ini penulis yakin bahwa kita akan mudah dan tepat di dalam menjelaskan, menggunakan serta menginterpretasikan makna yang dikandung bila kita berhadapan dengan suatu jenis gaya bahasa yang disebut gaya bahasa personifikasi ini.
Tentu saja dengan uraian singkat ini kita akan mendapatkan cakrawala yang baru tentang gaya bahasa personifikasi ini. Namun demikian penulis tidak menutup kemungkinan bahwa dengan uraian singkat ini akan menimbulkan permasalahan yang baru atau tanggapan yang lain baik memperkuat pendapat penulis, mempertanyakan atau bahkan menolak pendapat yang penulis sampaikan ini. Tanggapan dalam bentuk apapun akan penulis terima sejauh tanggapan tersebut lebih mengembangkan serta menyempurnakan pembahasan yang penulis sajikan ini. Atas segala perhatian dan tanggapannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga dengan membaca uraian singkat ini pembaca dapat menarik manfaat yang sebesar-besarnya.

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger